Alasan Sesat Warga Buang Pembalut Wanita, BH dan Popok Bayi di Sungai Sekayu, Ponorogo

Alasan Sesat Warga Buang Pembalut Wanita, BH dan Popok Bayi di Sungai Sekayu, Ponorogo

Sampah pembalut wanita, kutang (BH) dan popok bayi berserakan di dasar Sungai Sekayu di Ponorogo. Anggapan sesat mendorong warga membuang sampah-sampah dari atas jembatan ke dasar Sungai Sekayu. 
 
 
TRIBUNNEWS.COM - Judul diatas sudah mengalami 4-5 kali perubahan,
"Mengapa Para Wanita Membuang Pembalut Bekas Di Sungai?",
"Alasan Mereka Membuang Pembalut dan Popok di Sungai",
"Jenis Sampah Yang Dibuang di Sungai, dan Alasan Membuangnya",
"Banyak Pembalut, BH, Pakain Dalam Bertebaran Di Sungai Sekayu,".
Akhirnya dengan pertimbangan dan alasan tertentu saya lebih memilih "Alasan Mereka Membuang Pembalut dan Popok ke Sungai" sebagai judul.
Gambar di atas adalah gambaran sungai Sekayu tepatnya di ujung jl. Imam Bonjol Ponorogo, sungai ini sekitar 1 km dari alun-alun Ponorogo atau pusat kota.

Sampah berserakan di dasar Sungai Sekayu yang sedang kering karena kemarau di Ponorogo.
Sungai Sekayu ini sungai terbesar dan menjadi induknya sungai-sungai di kawasan Ponorogo, dari sungai kecil-sungai kecil menyatu dan mengalir ke sungai ini.
Selanjutnya sungai ini menyatu dengan sungai di Madiun yang disebut bengawan Madiun, dari bengawan Madiun akhirnya menyatu dari aliran Bengawan Solo.
Sungai ini kalau musim kemarau kering seperti gamabar-gambar di tulisan ini dan hanya genangan air dari selokan perumahan warga sekitar. Namun kalau penghujan air seringkali meluap sampai atas jembatan.
Awalnya biasa saja, tak mengusik hasrat saya untuk memotret meski saban hari 4-10an kali melintasi jembatan ini. Berkali-kali tadi pagi saya perhatikan banyak pengendara motor melemparkan bungkusan berupa tas kresek ke sungai dari jembatan sambil melintas.
Begitu juga beberapa mobil memperlambat jalannya dan membuka jenda kaca mobilnya dan lagi-lagi melempar bungkusan plasti ke dasar sungai.
Sayapun meminggirkan motor dan segera menuju ke sungai, jalanan curam memaksa harus hati-hati, bau busuk menyengat meski masih dibibir sungai sebelah atas, berkali-kali tenggorokan seperti dikorek, rasa pengin muntah akibat bau busuk dari dalam sungai, dan akhirnya saya melepas kaos yang saya pakai yang saya fungsikan sebagai masker untuk menutup hidung dan mulut.
Sampah menumpuk dan berserakan dibawah jembatan, lalat dan hewan kecil-kecil lainya berpesta pora, mereka berterbangan ketika saya berusaha mendekat. Apa yang mereka kerumuni?
Tanpa saya harus membolak-balik sampah semua sudah nampak, kantong-kantong plastik yang berisi sampah, karung goni yang juga berisi sampah.
Dari keseluruhan kantong plastik atau karung pembungkus hampir 80% berisi pembalut wanita, popok disposible bayi, pakain dalam. Tempat ini mirip pasar pakain barus saja usai diterjang angin topan sehingga pakaian-pakaian dalam nya berterbangan kesana-kemari.
"Bruooooooooooook......" barang jatuh dari atas yang hampir menjatuhi saya. saya berusaha mendekat dan saya amati lagi-lagi berisi popok bayi dan pembalut wanita.
Saya liat dari bawah seorang perempuan segera menyetater kembali motornya setelah membuang sampah dari pagar jembatan.
Baru saja perempuan tersebut berlalu tampak anak berbaju SMA melemparkan lagi kantong plastik dari atas, "Bruoooooook....." lagi-lagi hampir mengenai saya lagi.
Tak jauh berbeda isinya pakain dalam seperti gambar di bawah dekat kaki saya. Pagi tadi mirip hujan, bukan hujan air namun hujan sampah, sampahnyanpun lucu hanya popok, pembalut wanita, dan pakaian dalam.
"Mengapa Mereka Membuang Pembalut dan Popok di Sungai??" tanya saya saban ada barang jatuh dari atas jembatan.
Saya kembali naik ke atas, saya menunggu mereka yang membuang sampah. Tak lama kemudian ada anak seusia SMP lagi-lagi membuang sampah dan saya berusaha mengikutinya sambil berkendara di sampingnya yang sama-sama memakai motor.
"Dik kok mbuang sampahnya di sungai, kan di utara jembatan ada bak sampah?" tanya saya sambil berkendara.
"Oleh mama suruh buang di sungai Om...." jawabnya sambil berkendara juga.
"Sampah apa kok mama nyuruhnya harus dibuang ke sungai?" tanya saya lagi
"Pampers bekasnya adik sama pembalut bekas Om..." katanya sambil dia menghentikan motornya persis di depan bak sampah yang hanya berjarah 25-an meter dari jembatan, Dia ingin membuang sampah yang masih 1 bungkus lagi.
"Kalau yang ini sampah apa?" tanya saya penasaran lagi.
"Ini sampah dapur Om...., kalau sampah dapur mbuangnya suruh mbuang di tempat sampah, dan yang tadi suruh di sungai biar pantat adik bayi ndak panas, biar adik bayi ndak rewel kata mama....." jawabnya panjang.
Saya kembali ke dekat jembatan, beruntung saya bertemu dengan pak Sungkono dan dari bapak pemulung ini saya banyak mendapat penjelasan "Alasan Mereka Membuang Pembalut dan Popok di Sungai".
Menurut Pak Sungkono, banyak warga yang percaya kalau barang daleman (pakaian dalam, barang dalam, dll) kalau dibakar pemiliknya akan sakit, kalau wanita katanya 'anu' nya akan terasa panas dan mudah terserang penyakit, begitu juga bayi yang popoknya atau kotorannya dibuang sembarangan (maksutnya di sampah umum) bayinya akan rewel, dan pembuangan di tempat bak sampah alur selanjutnya pasti dibakar di TPA.

Popok bayi dan pembalut wanita di dalam tas plastik dibuang begitu saja ke Sungai Sekayu di Ponorogo.
Menurutnya lagi kalau dibuang di air mereka berharap mendapat kesejukan karena air itu sifatnya sejuk dan dingin. Alasan lain lagi kalau didibuang ditempat sampah umum takut bekas pembalut atau popok bekas tersebut dikerubuti semut, ketakutan tersebut menurut pak Sungkono yang jadi alasan lain.
"La sungai ini kan kering kerontang, kalau dibuang disini kan sama saja di jemur pasti pantat si bayi dan anu si pemakai ikut kepanasen to pak" protes saya.
"Embuh mas, aku nggur tukang mulung sampah, iku cuma jarene wong wong sing saben ndino nguwang soft** nek kene...." jawab temen pak Sungkono, Dia ndak tahu lebih detail lasannya, dia hanya pemulung sampah, dia hanya dapat cerita dari wanita-wanita yang membuat pembalut di sungai ini. Soft** adalah merk pembalut yang sudah menjadi bahasa keseharian mereka.
Pemulung ini saban hari mencari sampah di sekitar bak sampah dekat jembatan sehingga mereka hapal betul siapa saja dan apa saja sampah yang dibuang di sungai.
Sebenarnya pemerintah daerah tak kurang-kurang menyediakan bak sampah, tak jauh dari jembatan ini (25 meter) ada 2 bak sampah yang saban hari sampah-sampah tersebut diangkut truk-truk sampah milik pemda ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
Budaya serta pemikiran yang keliru dari sebagian masyarakat sehingga mereka membuang sampah-sampah tertentu ke sungai, tanpa memikirkan dampak dan resiko yang ditimbulkan. Tentunya pemerintah daerah harus tegas tentang hal ini.
Sungai ini semakin kotor dan busuk karena saban hari ada 3-4 tangki tinja dari jasa sedot tinja yang membuang hasil sedotannya ke sungai ini juga.
Nampak pipa-pipa paralon di dekat jembatan sebagai pipa sambungan dari mobil tangki. Genangan-genangan air di sungai ini ternyata air dari tangki tinja, kata pemulung yang saya temui tadi pagi.
Dimanakah para pembaca membuang pembalut bekas dan popok bekas? Tolong bantuannya agar warga sungai ini bisa mendapatkan pencerahan.  (Nanang Diyanto/ Kompasiana.com)
 
sumber: tribunnews.com


 
 

Tepergok selingkuh di atas motor,kadus di Ponorogo diadili warga


Merdeka.com - Ratusan warga Desa Madusari, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur Minggu (31/8) memergoki Kepala Dusun (kadus) Majasem yang sedang berduaan dengan seorang wanita yang diduga merupakan selingkuhannya. Kapolsek Siman AKP Harijadi membenarkan adanya peristiwa warga yang memergoki kepala dusun tersebut dan menyidang mereka di sebuah balai pada malam hari kemarin.

"Iya betul ada kejadiannya jadi warga memergoki si Kepala Dusun Majasem sedang berduaan. Belum tahu selingkuh atau tidak cuma tepergok lagi berduaan," ungkap Harijadi saat dikonfirmasi merdeka.com, Senin (1/9).

Menurutnya, kondisi desa saat warga memergoki si kepala dusun berinisial AB (46) bersama teman wanitanya yang telah dicurigai menjalin hubungan selama 2 tahun berinisial JT (37) tersebut sempat mencekam. Mereka yang sudah geram dengan kelakuan si kepala dusun tersebut akhirnya mengaraknya.

"Si kepala dusun disidang sama warga. Sempat diadili massa yang hadir saat itu namun akhirnya dia dipaksa untuk melepas jabatannya karena tidak bisa memberikan pendidikan yang baik kepada warga," kata Harijadi.

Menurutnya, pasca kejadian semalam, kondisi desa sudah kembali kondusif lantaran petugas yang mendengar adanya keributan dan laporan kepala dusun yang selingkuh langsung mengamankan lokasi agar tak bertambah panjang.

"Sekarang kondisi sudah kondusif, mereka juga sudah kembali biasa, cuma semalam disidang untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Begitu istri dari kepala dusun datang ya sudah bubar begitu saja, karena sang istri juga berharap si suami yang melakukan perbuatan itu merasa menyesal dan harus menerima apa kemauan warga," ujar Harijadi.

Harijadi mengungkapkan kronologi kejadian tepergoknya sang kepala dusun ini bersama selingkuhan yang diduga sudah dikencaninya sejak dua tahun lalu. Menurutnya, si kepala dusun ini sedang apes lantaran saat dia sedang berduaan di atas motor ada seorang warga yang melihat dan menggerebeknya disaat itu juga bersama warga lainnya.

"Jadi kejadiannya mereka lagi berboncengan pakai motor dan si perempuannya pegangan sama kepala dusun karena warga gerah yaudah diberhentikan seperti itu saja," papar Harijadi.

Saat ini AB sudah resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala dusun saat disidang oleh ratusan warga. Dia juga merasa malu dan menyesal atas apa yang telah dilakukannya tersebut. Terlebih anak dan istrinya yang datang menyaksikan dia disidang ratusan warga membuat dia harus rela melepaskan jabatannya tersebut.

sumber: merdeka.com
 

Tempat Wisata Di Ponorogo Yang Wajib Dikunjungi


Ponorogo memiliki pesona yang asri bagi pecintanya, selain keseniannya Reyog Ponorogo juga memilki tempat-tempat wisata yang wajib dikunjungi, tag perlu modal yang besar untuk dapat menikmati keindahan wisata yang ada di Ponorogo, nah bagi temen-temen yang belum mengetahu mana saja tempat wisata yang ada di ponorogo, nih aku kasih informasinya, di simak ya.....
PESONA PURNAMA PUNCAK PRINGGITAN. 

Untuk letak geografis panorama ini adalah didasa Caluk kecamatan Slahung, kabupaten Ponorogo.Sebenarnya gununung pringgitan ini letaknya diperbatasan tiga desa yaitu Caluk,Broto dan Kambeng.Tapi lebih dominan di Caluknya. 
Kamu juga bisa mengungkapkan emosi kamu dengan berteriak sekeras mungkin dialam pada ketinggian pegunungan diatas 800 m diatas permukaan laut atau kamu bisa buat kapalt erbang dari kertas dan mengudarakannya sambil kamu tulisi apa keinginan kamuatau ungkapan kamu pada kekasih kamu dan pasti nanti …… 
Sebelum melakukan pendakian yang perlu kamu siapkan adalah jaket tebal,tikar atau mini camp,makanan ringan dan air minum.Jangan lupa bagi yang membawa sepeda motor kamu harus cek ban ,rem,bensin dan lampu nya .Jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.Dari kota ponorogo letaknya 27 km kearah selatan pasar Slahung pertigaan belok kanan arah Pacitan 2 km dari situ tepat didepan balai desa Caluk ada pertigaan NYIMPANG kearah kanan Sampingnya kuburan Watu Dakon yang ada tugunya TGP (Tentara Geni Pelajar)yaitu tempat tewasnya para serdadu belanda akibat kecerdikan pejuang kita yang memanfaatkan bom milik belanda.Hingga pemerintah belanda mendirikan tugu disana untuk mengenang para tentaranya. 
O YA kamu yang ingin mendaki perkirakan jam 7 kamu sudah sampai didesa caluk ini.Bagi sobat muda petualang yang kesana dengan menggunakan sepeda motor kamu bisa menitipkan motor kamu didepan balai desa dan jalan kaki ramai-ramai sama teman tapi masih 3 km jalan naik dan pasti jalannya terang karena dibawah bulan purnama.Namun lebih baik motor kamu bawa aja keatas karena kejauhan jalannya.Tenang aja sekarang jalannya sudah aspal kok hee.hee tapi Cuma sekitar satu kilo selanjutnya jalan berbatu.Hati-hati gan pake helm untuk keselamatan dan bagi yang berboncengan cowok –cewe pegangan erat paha cowok kamu eeeh… perutnya kali biar ndak kedebak-debak alias terjatuh karena jalannya naik dan bergelombang. Sebenarnya untuk menjangkau puncakny ada dua jalur yaitu perembatan banggel belok nganan kemudian kebarat.dan yang satunya jalur ini. 
OK sobat jika masih bingung Tanya aja …tenang ! masyarakat sana ramah-ramah kok .Setelah kamu menempuh perjalanan naik sekitar 1 jam setengah kamu akan sampai di kakinya ,disini kamu akan melalui beberapa perkampungan atau dusun yang diantaranya Pamongan ,Theklik,kapuran,joso dan beberapa kampong lagi .Kamu tidak bisa mencapai puncaknya dengan sepeda motor tapi harus menitipkannya dibawah/ tempat perkampungan warga ,disitu ada tempat parkirnya sekaligus pos jaga, ada musholanya juga.Dari situ kamu jalan kaki sekitar 300 m melewati rerimbunan pohon Pinus. 
Larangan-larangan yang harus ditaati dan diperhatikan yaitu dilarang merusak alam baik berupa apapun.Dilarang juga melakukan hal-hal tindak asusila (mesum)meskipun dengan teman /pasangan sendiri karena pernah terjadi seperti itu dan tidak bisa terpisahkan dan akhirnya harus dibawa ke RS jangan sampai membayangkan. Sebelum pada titik puncaknya kamu akan menemuai area yangluas dibawah pohon pinus yang asri dan istirahatlah sebentar disitu untuk sekedar minum Jika sudah keburu- dan kepingin cepet 2 pada titik puncaknya silahkan terus aja melewati sela bebatuan besar. Dan kamua akan mendapati puncak atas bebatuan itu.selamat gan nikmati panorama yang ada dan lepaskanlah rasa capekmu dengan berteriak dan bahagia disana melihat malam yang terang dan tak bisa diungkapkan lagi dengan kata-kata.Jika kamu suda puas, masih ada tempat menarik disekitarnya silahkan cari sendiri. 
Wisata Beji Sirah Keteng
 
Satu lagi objek wisata budaya dan sejarah yang ada di Ponorogo, yaitu Beji Sirah Keteng. Objek wisata ini tepatnya berada di desa Bedingin Kecamatan Sambit Ponorogo. Objek wisata ini berupa beji (kolam) dan sebuah arca. Beji Sirah Keteng merupakan suatu kolam yang seluas kurang lebih 1 hektare. didekat kolam juga terdapat sebuah arca manusia raksasa. penduduk setempat menamakan arca “Ratu Boko“. Konon, Kolam Beji Sirah Keteng merupakan tempat pemandian Ki Ageng Kutu atau Ki Ageng Suryo Ngalam, dan menurut warga setempat, arca tersebut merupakan penggambaran kepala Prabu Ratu Boko, raja raksasa yang suka memakan daging manusia, yang tewas di tempat tersebut oleh seorang sakti mandraguna bernama Ki Ajar Prono.
Tempat ini juga bisa dijadikan tempat alternatif untuk menyalurkan hoby atau olah raga renang, khususnya warga Ponorogo yang bertempat tinggal didaerah Ponorogo bagian timur dan selatan. Pada waktu saya dan teman saya berkunjung ke lokasi, tampak sepi, mungkin karena bukan pada waktu hari libur, dan disekitar beji juga mulai banyak dibangun warung-warung milik warga sekitar yang menyediakan makanan kecil dan minuman. Jadi tidak ada salahnya jika kita mampir ke Ponorogo, tempat ini kita jadikan daftar tempat-tempat yang wajib kita kunjungi. 
Wisata Telaga Ngebel
 
Udara sejuk dan angin sego-sepoi menyelimuti obyek wisata Telaga Ngebel. Panorama asri dan indah mempesona pengunjungnya. Para pencari ikan asyik menangkapi penghuni telaga. Lalu sajian ikan bakar dari telaga kian menambah betah siapapun yang hadir disana.
Telaga Ngebel cukup unik dan menarik dibandingkan dengan telaga-telaga lain yang ada di wilayah Jawa Timur. Telaga anggun yang cukup luas ini dikelilingi rimbunnya pepohonan lereng gunung. Kondisi alamnya sangat berprospek baik bila dikembangkan lebih lanjut bahkan dapat menjadi aset Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam meningkatkan perekonomian, khususnya bagi masyarakat sekitar obyek wisata itu sendiri.
Telaga Ngebel ibarat tambang emas yang menunggu sentuhan investor, sehingga dapat bersolek dan menjadi ikon kedua di Kabupaten Ponorogo setelah kesenian Reog. Obyek wisata ini layak untuk dikunjungi lantaran masih bersuasana alami dan indah. Kondisi seperti ini dipastikan mampu menghilangkan kepenatan atau kelelahan usai didera kesibukan sehari-hari.
Konon cerita yang berkembang di masyarakat, Telaga Ngebel mempunyai cerita unik yang didasarkan pada kisah seekor ular naga bernama “Baru Klinting”. Sang Ular ketika bermeditasi secara tak sengaja dipotong-potong oleh masyarakat sekitar untuk dimakan. Secara ajaib sang ular menjelma menjadi anak kecil yang mendatangi masyarakat dan membuat sayembara, untuk mencabut lidi yang ditancapkan di tanah.
Namun tak seorangpun berhasil mencabutnya. Lantas dia sendirilah yang berhasil mencabut lidi itu. Dari lubang bekas lidi tersebut keluarlah air yang kemudian menjadi mata air yang menggenang hingga membentuk Telaga Ngebel.
Legenda Telaga Ngebel, terkait erat dan memiliki peran penting dalam sejarah Kabupaten Ponorogo. Konon salah seorang pendiri Kabupaten ini yakni Batoro Kantong. Sebelum melakukan syiar Islam di Kabupaten Ponorogo, Batoro menyucikan diri terlebih dahulu di mata air, yang ada di dekat Telaga Ngebel yang kini dikenal sebagai Kucur Batoro.
Buat Jalan Tembus
Bupati Ponorogo Muhadi Sujono mengakui Telaga Ngebel memang cukup potensial untuk dikemhangkan menjadi daerah tujuan wisata sekaligus sebagai penopang ekonomi masyarakat maupun daerah kabupaten itu sendiri. Namun satu hal yang menjadi kendala aset menuju ke obyek ini baru bisa ditempuh melalui satu jalur, sehingga membuat para investor enggan melirik atau menanamkan modalnya untuk membangun obyek wisata pendukung (sport tourism) di telaga ini.
Dalam waktu dekat, Kabupaten Ponorogo akan bekerja sama dengan kabupaten Madiun dan Nganjuk untuk membuat jalan tembus menuju ke Telaga Ngebel. “Saya akan mengusulkan rencana proyek ini ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar dapat segera terealisasi,” kata Muhadi Sujono. Dia yakin dengan adanya beberapa alternatif jalan menuju obyek wisata Telaga Ngebel, tidak menutup kemungkinan investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya disini.
Kabupaten Ponorogo, cukup kaya akan potensi pariwisatanya, baik wisata budaya maupun wisata alam. Salah satunya event nasional yang berakar dari tradisi masyarakat, yaitu Grebeg Suro yang biasanya digelar pada Festival Reog Nasional. Kegiatan ini dikemas secara matang sehingga cukup layak jual di pasar Wisata internasional. Event Grebeg Suro telah menjadi kalender wisata nasional, dan cukup menarik bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung di kota kecil di Jawa Timur ini.
Sedangkan kesenian reog sudah menjadi identitas bagi kabupaten Ponorogo. Oleh karenanya kabupaten ini disebut juga dengan Kota Reog. Pentas seni reog sudah dikenal luas di Indonesia bahkan mancanegara. Di setiap sudut kota dapat dijumpai miniatur-miniatur reog.
Tips Perjalanan
0byek wisata Telaga Ngebel terletak sekitar 24 km kearah timur laut dari pusat kota Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, tepatnya berada di Gunung Wilis dengan ketinggian 750 meter diatas permukaan laut, dengan suhu sekitar 22 derajad celcius. Luas permukaan telaga 15 km dengan dikelilingi jalan sepanjang 5 km. Panoramanya sangat indah dan menakjubkan. Udaranya sejuk dan kondisi alamnya masih asri.
Di kawasan Telaga Ngebel, aneka ragam buah sepertu durian, manggis, dan pundung. Di Telaga Ngebel setiap satu tahun sekali diselenggarakan ritual budaya berupa Larungan Sesaji pada tahun baru Hijriyah/Tahun baru Islam 1 Muharam.
Wisata Air Terjun Pletuk
 
Selain tempat wisata Telaga Ngebel, Ponorogo masih banyak terdapat tempat wisata yang menarik dan sangat mempesona. Tetapi karena kurangnya perhatian dari Pemkab maka tempat wisata itu terkesan tidak terawat sehingga tidak ada wisatawan yang mengunjungi tempat tersebut karena tidak layaknya fasilitas yang ada. Beberapa tahun belakangan ini Pemkab Ponorogo mengembangkan wisata alam yang dulu sempat tidak terawat dan sekarang pun telah disulap menjadi tempat wisata yang menjanjikan.
Tempat wisata itu bernama Air Terjun Pletuk. Air Terjun Pletuk terletak di Kecamatan Sooko, sebelah tenggara dari pusat kota Ponorogo atau lebih tepatnya sebelah selatan dari Kecamatan Pulung. Akses jalan untuk menuju tempat wisata ini sangat mudah karena telah diaspal halus dengan disertai pemandangan pegunungan yang indah.
Bagi anda yang ingin pergi berwisata ke Air Terjun Pletuk dengan mengendarai kendaraan pribadi tidak terlalu sulit untuk menuju ke lokasi karena akses jalan yang mudah dan disertai dengan tanda penunjuk lokasi yang jelas sehingga anda tidak akan kesasar bagi yang belum tahu lokasi tempat wisata tersebut. Dan bagi anda yang ingin menggunakan jasa angkutan umum, akses trasnportasi untuk menuju ke lokasi pun juga sangat mudah. Dari terminal bus Seloaji langsung saja naik angkutan umum dengan jurusan Sooko, ongkos angkutan umum tidak terlalu mahal kurang lebih sekitar Rp 5.000,00. Setelah sampai di pasar Sooko, disana telah ada pengendara ojek yang siap untuk mengantar anda menuju lokasi wisata.
Sesampainya di lokasi anda diwajibkan untuk membayar tiket masuk terlebih dulu. Di tempat wisata Air Terjun Pletuk ini telah dibangun fasilitas-fasilitas yang sudah cukup memadahi seperti tempat parkir yang luas, mushola, toilet serta warung makan yang banyak tersedia disana. Di tempat ini juga terdapat area climbing bagi para pengunjung yang hendak melakukan atau menginginkan memanjat tebing yang curam.
Meskipun telah dibangun fasilitas-fasilitas pendukung tidak membuat tempat wisata ini kehilangan keasriannya. Udara yang sejuk dan pemandangan yang sangat indah membuat tempat wisata Air Terjun Pletuk ini menjadi tempat yang pas untuk berlibur akhir pekan dan untuk sekadar melepas penat setelah selama seminggu bekerja keras yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
 
 

Sejarah Kesenian Tari Reog Ponorogo

Sejarah Kesenian Tari Reog Ponorogo- Reog merupakan kesenian terkenal asli warisan leluhur Indonesia yang berasal dari Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Kesenian Reog Ponorogo sampai sekarang masih aktif dan di kenal dari seluruh masyarakat Indonesia bahkan wisatawan mancanegara.

Reog Ponorogo yang kita kenal identik dengan kekuatan dunia hitam, preman ataupun kekerasan lainnya serta lepas pula dari dunia mistis ketimuran dan kekuatan supranatural. Salah satu pertunjukkan yang ada pada reog yakni mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak seberat 50kg yang digigit sepanjang pertunjukan berlangsung.

 

Tak hanya itu seni reog ponorogo diiringi oleh beberapa gamelan seperti kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan lain sebagainya. Didalam reog ponorogo juga ada warok tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono Suwandono. Jumlah anggota grup reog ponorogo sekitar 20-30an, sedangkan peran utama ada di warok dan pembarongnya.

Reog dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yang oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya sebagai sejarah.

Adipati Batorokatong yang beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk menyebarkan agama Islam. Nama Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya.

Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur cerita ciptaan Ki Ageng Mirah yang diteruskan mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.

Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri.

Selain itu agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya.

SEJARAH REOG PONOROGO


Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak.

Sang prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya.

Reog dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yang oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya sebagai sejarah. Adipati Batorokatong yang beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk menyebarkan agama Islam. Nama Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur cerita ciptaan Ki Ageng Mirah yang diteruskan mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.

Reog mengacu pada beberapa babad, Salah satunya adalah babad Kelana Sewandana. Babad Klana Sewandana yang konon merupakan pakem asli seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah tentang cinta seorang raja, Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yang hampir ditolak oleh Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk memboyong seluruh isi hutan ke istana sebagai mas kimpoi. Demi memenuhi permintaan sang putri, Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak).

Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok, prajurit, dan patih dari Jenggala pun menjadi korban. Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono turun sendiri ke gelanggang dan mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog digambarkan dengan tarian para prajurit yang tak cuma didominasi para pria tetapi juga wanita, gerak bringasan para warok, serta gagah dan gebyar kostum Sewandana, sang raja pencari cinta.

Versi lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Pujangganong. Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia menciptakan sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo. Huruf-huruf reog mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi: Rasa kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yang Widhi/ Olah kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.

PEMENTASAN SENI REOG


Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,

Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.

Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

KONTROVERSI

Tarian Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan. Deskripsi akan tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak, yang merupakan asli buatan pengrajin Ponorogo. Permasalahan lainnya yang timbul adalah ketika ditarikan, pada reog ini ditempelkan tulisan “Malaysia” dan diaku menjadi warisan Melayu dari Batu Pahat Johor dan Selangor Malaysia – dan hal ini sedang diteliti lebih lanjut oleh pemerintah Indonesia. Hal ini memicu protes dari berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang berkata bahwa hak cipta kesenian Reog dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 dan diketahui langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Ribuan Seniman Reog pun menggelar demo di depan Kedutaan Malaysia. Berlawanan dengan foto yang dicantumkan di situs kebudayaan, dimana dadak merak dari versi Reog Ponorogo ditarikan dengan tulisan “Malaysia”, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain pada akhir November 2007 kemudian menyatakan bahwa “Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri jiran tersebut.

 

Gara - gara bakar Diang Rumah Hangus


Polres Ponorogo - Kebakaran hebat menghanguskan rumah milik Sukemi (55) warga RT/RW,  2/2 Dusun Jintap, Desa Wonoketro, Kecamatan Jetis, Minggu(18/10) sore.
Kobaran api pertama kali diketahui berasal dari kandang kambing milik korban sekitar pukul 15.30 WIB oleh Endang salah satu tetangga yang rumahnya berdampingan.
Sejak pukul 12.30 Sukemi menyalakan perapian (diang) di kandang kambing miliknya dan kemudian ditinggal pergi ke sawah yang berada di selatan Pasar Wage Jetis.
“Tahu-tahu ada api yang membakar kandang kambing milik Pak Kemi, saya langsung teriak minta tolong,”ucap Endang.
Diduga api berasal dari perapian (diang) yang dinyalakan pemilik dan ditinggal pergi kesawah. Sementara istri korban sedang jualan dan satu orang anaknya pergi bekerja.



“Saya tidak tahu, kalau tidak diberitahu dan disuruh pulang oleh saudara saya tidak tahu, rumah dalam keadaan kosong,”ucap Sukemi kepada petugas kepolisian.
Dua mobil pemadam kebakaran (Damkar) milik Pemkab Ponorogo datang kesulitan untuk menjinakan si jago merah lantaran rumah berada ditengah-tengah lingkungan padat penduduk.
Lebih dari satu jam Damkar berhasil menjinakan api setelah beberapa kali harus bolak-balik mengisi air.
Beruntung dalam kejadian tersebut tidak timbul korban jiwa, namun delapan dari enambelas kambing jenis etawa yang berada di kandang tidak bisa diselamatkan dan tewas terpanggang di kandang.
“Kejadianya rumah ini kosong ditinggal pergi ke sawah oleh pemiliknya, sementara istri dan anaknya juga tidak berada dirumah. Api diperkirakan berasal dari perapian yang berada di kandang kambing, ditinggal pergi kesawah tanpa dimatikan terlebih dahulu,”ucap Kapolsek Jetis AKP Sumidyan.
Dari perhitungan sementara kerugian yang diderita korban mencapai Rp 70 juta.


sumber: POLRES PONOROGO WEB